Minggu, 30 Juni 2013

you can call me "D" if you want

tulisan ini untuk ikut kompetisi @_PlotPoint: buku Catatan si Anak Magang Film "Cinta Dalam Kardus" yang tayang bioskop mulai 13 Juni 2013

 
You can call me “D” if you want

 

 Memasuki lorong yang begitu banyak lampu gantung, meja-meja yang hampir semuanya bertaplak warna merah, kayu dan marmer serta dinding yang putih dengan nuansa lampu sedikit kekuningan membuat tempat itu sejuk sekaligus hangat; entah sejuk itu karena mendungnya kota Surabaya beberapa hari terakhir merayap dan menyelimuti seluruh isi ruangan, atau karena hangat sedang menyelimuti hati saat itu, karena aku datang bersamanya.

 
hampir sama seperti kata anak magang beberapa waktu lalu

 
Wawllohu A’lam
 

aku tersenyum dalam hati untuk yang satu itu, seorang yang notabene beragama non muslim mengucapkan kata itu dan menempatkannya pada posisi yang benar sesuai dengan artinya “hanya Allah yang tau dan mengendalikan seiisi alam”.

 
Tersenyum karena itu salah satu bukti bahwa kita punya benih kerukunan antara satu sama lain sebenarnya, hanya terkadang terasa begitu gersang ketika banyak orang menganggap dirinya, keluarganya, atau kelompoknya yang paling benar dan paling hebat. Untuk yang satu itu, aku punya sesuatu buat kalian “jangan pernah merasa tidak berharga, sebaliknya juga jangan pernah merasa lebih berharga”.


Saatnya kembali ke “lorong” tadi;


lorong itu cukup lebar, dan lumayan panjang, dia memiliki beberapa ruangan di dalamnya. Beberapa orang nampak duduk bersama rekan dan keluarga sambil melihat buku menu dan bercakap, sampai tiba-tiba...


smoking area atau yang no smoking area


celetuk seorang laki-laki yang menyambut kedatangan kami, dan dengan setengah sadar karena masih sedikit mencoba mengenali rasa yang ada saat menyusuri lorong itu bersamanya, secara otomatis keluar kata-kata

 
smoking area mas...
 

begitu hebatnya kerja otak yang bekerja tanpa lelah, dan tanpa harus diperintah. Mungkin karena dia juga tau kalau masih ada beberapa batang rokok di saku celanaku yang siap untuk dihisap.


“Subhanallah” begitu besar karuniaNYA;

aku baru ingat mengucap namaNYA saat aku menulis cerita ini, mungkin benar kata beberapa orang seringkali ditengah kehingar-bingaran kegiatan dan aktifitas serta kejadian yang ada disekitar kita, membuat kita lupa untuk mengucap namaNYA; kita butuh diam sejenak untuk “me-review” semuanya dan mengucap syukur padaNYA, itu mungkin arti peribahasa “diam itu emas” karena dalam diam kita bisa melihat lebih jelas.

 
Baru beberapa saat kami duduk, dengan cekatan dan senyum salah seorang laki-laki yang berdiri siaga menyodorkan kami beberapa buku menu mulai dari minuman, makanan kecil, dan juga menu makanan utama. Berperawakan tidak besar dan cenderung kecil malah, dengan anting di telinga kiri dan senyum ramah yang selalu mengembang pada siapa saja, termasuk pada kami berdua.


Senyum;

aku selalu membayangkan dan bercita-cita saat warung kopi, atau cita-cita terbesarku sebuah Rumah Sakit berdiri kelak, semua karyawan diwajibkan untuk tersenyum selama bertugas tanpa terkecuali, agar pemilik kios bensin eceran seperti dalam lagu Iwan Fals “ambulance zigzag” tidak lagi merasa dibeda-bedakan;

tentunya itu bukan do’a agar sang pemilik kios bensin eceran itu celaka lagi karena kios bensinnya meledak, tetapi karena menurut aku senyum itu adalah sebuah pesan paling universal tentang keakraban, keramahan, kesamaan, persatuan, tidak hanya kasih sayang; itu sebabnya senyum bukan hanya untuk orang yang tersayang, tapi untuk semua.


Berbicara tentang orang tersayang, jangan takut untuk menjadi rancuh mana senyum yang special untuknya, dan mana yang universal karena saat kita benar-benar menyayanginya dan bersedia untuk hidup bersama selamanya, tentu bukan hanya senyum yang akan mampu berkata dan menjelaskan, tapi juga tatapan mata, tingkah laku yang berarti perhatian dan keperdulian padanya akan menjadi satu paket. Masing-masing dari kita juga memiliki mata hati yang akan mampu melihat dan membedakannya, termasuk dia.


Kembali kebagian dimana seseorang menyodorkan buku menu;

 
sesaat kemudian seorang perempuan yang bersamaku nyletuk, tepat di depan laki-laki tersebut...

masnya lucu yaa…, imut-imut...

tertawaa aku saat itu, dan sosok yang semula hanya tersenyum semakin melebarkan senyumnya, karena pasti dia juga merasa sama seperti apa yang saat itu aku rasakan, bahwa ruangan yang semula hanya sejuk dan hangat bertambah dengan keakraban.

 
fantastis… ; tidak perlu semua pengunjung harus seperti itu, hanya dengan satu pengunjung seperti dia, cukup membuat semuanya terasa begitu “benar”, tidak lagi ada batasan perbedaan antara pelayan dan tamu, ini benar-benar hebat…!! hebat sekali menurutku. Begini seharusnya memang; tidak ada perbedaan antara satu orang dengan orang yang lain, yang ada hanya perbedaan wilayah kerja dan tanggung jawab saja, tanpa harus berarti perbedaan siapa lebih tinggi dari yang lain. Sekaligus itu yang membuat aku semakin tertarik dengan seorang perempuan yang memiliki nama mirip dengan pelantun tembang tegar dan penyuka bunga mawar serta warna ungu, merah maron dan pink (merah muda) itu, yaa.. Rosa namanya.

 
Minuman dan makanan telah dihantarkan di meja, obrolan ringan terjadi silih berganti, sampai akhirnya seperti kebiasaanku yang selalu lebih cepat saat makan daripada kebanyakan teman-temanku, ternyata juga lebih cepat darinya.

 
Ini kesempatan...

Seruku dalam hati

 
jika memang boleh dibilang seperti itu.


Aku melangkahkan kaki menghampiri laki-laki lain yang bukan berbadan mungil tadi, tetapi juga merupakan salah satu dari beberapa orang yang bekerja dan sedang berada di lorong itu,

mas…ada tanaman bunga yang sedang mekar gak di sini?

begitu kira-kira aku mulai bertanya

 
cuman ada beberapa bunga disini mas, teratai, bunga sepatu dan satu lagi saya tidak tau namanya...

dan bunga yang dia tidak tau namanya itu justru yang sedang mekar menurutnya.

 
mau saya lihatkan mas…

sambungnya.


mendengar penawaran itu aku langsung mengiyakannya,


oke..terimakasih mas 

jawabku dengan memanggutkan kepala, dengan pandangan ke atas seakan membayangkan bunga apa itu.

Sejurus kemudian aku kembali duduk di samping pecinta bunga yang belum juga selesai makan.

Beberapa menit berselang, dari pintu lorong yang lain seorang laki-laki seakan memberi kode untuk memanggilku, dan ternyata dia adalah laki-laki yang menawarkan bantuan tadi, dan aku segera menghampirinya, menghiraukan anggapan Rosa yang sedang duduk dan menikmati makanannya berpikir macam-macam;

kenapa macam-macam??!!

Karena menurut aku bisa saja dia berpikir dan bertanya dalam hati, kenapa denganku yang beranjak sampai beberapa kali, dan “iya!” aku menghiraukan kemungkinan itu.
 

maaf mas, cuman ini yang mekar paling sempurna yang bisa saya temukan

 
kata laki-laki yang memanggilku dengan isyarat tadi


gakpapa mas, terimakasih banyak


jawabku.

Ternyata memang benar; pantas saja dia tidak mengetahui nama bunga itu, karena bukan hanya dia, tetapi aku juga untuk pertama kalinya melihat bunga dengan bentuk seperti itu.

Maklum saja aku bukan lulusan pertanian atau botanical agronomy yang mungkin saja lebih tahu, tetapi aku adalah lulusan ilmu komunikasi dengan konsentrasi audio visual; seharusnya itu bukan alasan, karena tidak seharusnya seseorang hanya membatasi diri dengan disiplin ilmu yang dimilikinya, tetapi dia juga harus terbuka untuk ilmu-ilmu yang lain agar lebih berkembang dan berpengetahuan luas;

cukuplah untuk satu lagi penyesalan; lain kali aku akan berusaha lebih baik lagi untuk belajar tentang banyak hal, begitu juga kalian.

 
mau mengutarakan cinta ya mas..?

laki-laki itu bertanya,

yang spontan membuat aku kaget mendengar pertanyaan darinya dan aku hanya bisa senyum dan...

nggak…, udah….??!!#$@#*!?!

Itu salah satu jawaban yang paling membingungkan menurutku; sebuah jawaban dari aku sendiri, dan aku bingung juga dengan arti jawaban itu.

bingung karena aku sendiri tidak melabeli dengan nama tertentu apa yang aku lakukan ini, yang jelas aku berniat tidak hanya mengungkapkan dan membuktikan kalau aku sayang dengan dia yang saat itu sedang berdua dengan makanannya yang juga belum habis, tetapi mencoba membuatnya semakin mengerti dengan apa yang aku rasakan; itu saja.

Transaksi antara aku dan laki-laki tadi berakhir dengan saling berjabat tangan tradisi kebanyakan prosesi nikahan; yang dengan “vulgar” menyatakan, lebih berkesan jika tidak berbentuk kado atau karangan bunga, dengan gambar mirip celengan di atas kalimatnya. Aku melakukannya, bukan karena laki-laki itu menuliskan atau menyampaikan kalimat serupa, bukan juga karena laki-laki tersebut baru saja menikah, bahkan aku tidak tahu dia sudah menikah atau belum; tetapi yang jelas aku merasa itu perlu dilakukan karena, aku sudah membuat dia melakukan sesuatu yang bukan tugasnya.

Terimakasih sekali lagi buat masnya, saya puas dengan “service” yang anda berikan, saya pasti kembali dan semoga tetap bersama dia (dalam hatiku saat menulis ini).

Sisa beberapa suap lagi dan makanan pun habis, kemudian obrolanku dan dia berlanjut, dan sekarang level keseriusan topik obrolan semakin bertambah.

Serupa dengan saat dia menyampaikan rahasia tentang dirinya beberapa waktu lalu, rahasia yang bisa saja menjadi hambatan menurutnya bagi kami, dan masih serupa dengan waktu itu; tercengang memang, tetapi anehnya itu tidak membuat aku malas atau bahkan “menyerah” tapi malah semakin menyayanginya.

Membuat aku semakin merasa “hidup”; tohhidup memang tentang perjuangan menurutku, dan aku akan berjuang untuk itu insyaALLAH,

Senyum yang nampak indah dengan lesung pipit yang menghiasi, yang keluar setelah aku mengungkapkan niatku; lesung pipit yang menurutku terlalu sayang untuk “disembunyikan” olehnya, hingga salah satu cita-citaku kini membuat lesung pipit itu selalu menempel “tepat” disitu.

Setangkai bunga kecil, yang sedikit terlalu kecil saat coba aku bungkus dengan kertas tissue waktu di toilet sebelumnya; agar mirip dengan bucket paling sederhana. Setangkai bunga kecil tanpa nama serta tanpa bungkus aku sodorkan saat itu, bersama kecupan kecil di pipi kanan dekat telinga sembari membisikkan

aku sayang sama kamu...

hening sesaat...

pipi berlesung pipit itu nampak sedikit memerah dan “merontokkan” jantung katanya. Aku tidak tahu bagaimana bentuk dan rasa “rontok” itu, tapi mungkin sama dengan apa yang aku rasakan setiap aku melihat senyum, mata dan lesung pipit itu.
 

Suasana hening dan rontokan-rontokan itu berlangsung sampai akhirnya kami beranjak keluar dari lorong itu,

 
Intermezzo ya kang…

katanya sesaat sebelum kami beranjak pulang,

ada seorang peramal yang menebak…, kalo jodohku nanti adalah laki-laki dengan nama yang berhuruf depan D…

 

Tidak banyak komentar untuk kalimat yang satu itu, bahkan mampu membuatku hanya diam dan merenung sepanjang perjalanan kami pulang…

 

Aku bukan Doni, Dito, Dadang, Djumain, Diego, atau D yang lain…

gaungku dalam hati

 
I’am a man with T letter on my first name, but i love you and care about you, so what next...

 


Ps: buat semua peramal di dunia, tebakan kalian tidak cukup untuk membuat aku berhenti sampai di sini… J

Sabtu, 26 Mei 2012

Ketela Kuncinya


Ketela adalah sebuah istilah yang saya gunakan untuk mengemban perencanaan sebagai CEO Bakrie Group. Beberapa waktu lalu dan bahkan seringkali saya mendengar pernyataan yang memperbandingkan ketela dengan keju atau roti  untuk menggambarkan suatu nilai hasil (keberhasilan), dimana ketela merupakan penggambaran dari tingkat keberhasilan yang rendah, jika dibandingkan dengan kedua makanan sebelumnya (keju atau roti).
Menurut saya, penurunan nilai tersebut adalah tidak sesuai dan hanya merupakan hasil dari sebuah “kecerdasan” promosi yang dilakukan oleh negara-negara penghasil dua produk tersebut (keju dan roti) kepada bangsa kita, saya sebut cerdas karena istilah tersebut hampir “mendarah daging” atau katakanlah dianggap wajar atau benar oleh kebanyakan dan bahkan hampir semua orang. Sebuah bentuk dan salah satu wujud dari ketidak banggaan akan produksi dalam negeri (lokal) yang berkualitas hanya karena “trend atau pamor” yang digembar-gemborkan melalui kecerdasan promosinya sekali lagi.

Hingga ketela – atau lebih tepatnya  bagaimana potensi  lokal (kearifan lokal) akan mampu menjadi sebuah potensi yang akan membawa kesejahteraan bangsa – atau lebih kecil Bakrie Group, sebagai group perusahaan lokal mampu mendunia dengan identitasnya sebagai bangsa INDONESIA, serta menjadi kebanggaan bagi para karyawan, konsumen, dan rekan – atau lebih besarnya bangsa INDONESIA hingga dunia.

Ketela, mbothe, talas, sagu, jagung atau apapun itu, digunakan sebagai perumpamaan dari kebutuhan yang sangat tinggi akan peningkatan “kearifan lokal” pada bangsa INDONESIA, dimana “competitor” tidak hanya berasal dari luar negeri ternyata, bahkan dari dalam negeri; katakanlah beras yang keberadaannya dinasionalisasi untuk seluruh wilayah negara ini dari Sabang-Merauke dimana beberapa daerah tertentu memiliki potensi tanaman pangan berkualitas yang lain bahkan. Langkah nasionalisasi tersebut menjadi “competitor” ketika jumlahnya tidak memadai hingga harus import yang berarti sekali lagi mengkonsumsi produksi luar negeri dan membawa efek yang saling beruntun, sebuah regulasi dimana bentuk regulasi/kebijakan  itu sendiri, yang jika kita berbaik sangka, itu hanya ulah beberapa oknum yang jumlahnya makin membeludak. Oknum, regulasi atau kebijakan merupakan “competitor” atau lebih tepatnya disebut sebagai musuh atau kelemahan (weakness) terbesar dalam mengembangkan perekonomian bangsa salah satunya (tragis –red.)
Tidak Jauh dari kacamata tersebut, Bakrie Group sebagai sebuah bentuk integrasi dari berbagai perusahaan yang kesemuanya besar dan mempunyai kekuatan  serta daya saing yang luas, dapat disebut sebagai sebuah negara dimana semua produknya merupakan potensi yang diolah dan diperuntukkan bagi para konsumen atau masyarakat/rakyatnya. Hingga pertanyaan tunggal yang muncul adalah; bagaimana keberadaan sebuah negara Bakrie Group mampu menjadi kebanggaan bagi rakyatnya dan menumbuhkan rasa kecintaan serta keinginan/ketertarikan untuk dapat terus tumbuh besar dan sejahtera bersama.

Strengths, sebagai sebuah perusahaan yang malang melintang selama 70 tahun, membuktikan bahwa perusahaan ini tidak hanya mampu bersaing tetapi juga merupakan perusahaan yang menjadi acuan serta keberadaannya diperhitungkan oleh para konsumen dan kompetitornya.  Kita sebut sebagai faktor “kepercayaan” yang telah mampu direbut oleh Bakrie Group, bersamaan dengan fluktuasi dari nilai kepercayaannya. Kemampuan untuk bertahan/survive, dan bahkan perkembangan yang dicapai sampai dengan sekarang merupakan modal (kita sebut; kepercayaan) utama untuk dapat terus hingga 70 tahun yang kedua.

Weaknesses, Besar dan luasnya bidang usaha pada Bakrie Group menimbulkan controlling menjadi kelemahan yang harus terus dipantau dan diwaspadai. Keberadaan beragam anak perusahaan dan bahkan cucu atau cicit (anaknya anak, dst) yang mungkin dapat tumbuh atau bahkan lahir tanpa diketahui asal-usul “pernikahannya” sangat mungkin terjadi, dimana permasalahannya dapat timbul ketika kualitas keberadaannya dipertanyakan atau disangsikan oleh pihak lain (masyarakat atau competitor) dan tetap yang harus menanggung bebannya adalah Bakrie Group sebagai induknya. Selain itu, kejadian atau bencana yang terjadi di wilayah porong-sidoarjo Jawa Timur menjadi salah satu “kelemahan” tersendiri, dimana perihal tersebut sangat berpotensi menimbulkan permasalahan yang dapat dengan mudah meluap (secara sengaja dan terencana – maupun tidak) yang dikendalikan oleh banyak kepentingan dari berbagai pihak, baik luar maupun dalam sendiri (tidak menutup kemungkinan), yang terlebih merusak nama Bakrie Group sebagai perusahaan yang professional maupun financial. Financial disini dimaksud bukan karena besarannya; karena tidak mungkin dampak social dapat diukur dengan nilai financial, tetapi disebut karena tidak hanya faktor-faktor dampak social maupun financial warga “terdampak” yang muncul, tetapi juga kepentingan-kepentingan lain di luar itu (seperti disebutkan sebelumnya).  

Opportunities, masih banyaknya bidang usaha/industri yang potential masa depan yang belum terjamah di bidang industri kreatif (terlebih), serta “berjamurnya” pelaku-pelaku usaha tersebut yang kompeten dan potensial namun berskala kecil maupun sedang. Kedua perihal tersebut dapat dikategorikan peluang yang dapat mulai serius digarap oleh perusahaan ini Bakrie Group, hingga mampu bersinergi satu sama lain antara ketiga faktor tersebut, hingga mampu menjadi pelopor dari berkembangnya industri kreatif di dalam negeri dan perekonomian mikro dan menengah yang akan menjadi penopang perekonomian Negara (INDONESIA) decara signifikan pada beberapa tahun kedepan.

Threats, isu dan perhelatan Pilpres 2014 mau tidak mau akan menjadi tantangan tersendiri bagi Bakrie Group saat ini. “kepiawaian” untuk dapat menjaga eksistensi dan membuktikan bahwa profesionalisme setiap perusahaannya tidak berhubungan dengan pencalonan Aburizal Bakrie sebagai calon presiden RI 2014 yang diusung oleh salah satu partai besar di Negara ini harus “ekstra” dijaga, dikarenakan dapat diprediksi ada banyak pihak yang akan menghubungkan isu tersebut dan memanfaatkannya, dengan “mengaduknya” dengan weaknesses yang saya sebutkan di atas.
Tantangan terbesar kedua adalah, memperbaiki image Bakrie Group sebagai perusahaan yang membawa “bencana” bagi masyarakat jawa timur khususnya (porong-sidoarjo), maupun isu-isu perusakan alam yang dilakukan oleh perusahaannya yang lain (penambangan, pembalakan hutan, dll) di tengah gencarnya promo dunia untuk gerakan go green, harus menjadi konsentrasi tersendiri.
Kedua perihal tersebut di atas, mengakibatkan tantangan ketiga terbesar menurut saya; yaitu penurunan kepercayaan masyarakat dalam negeri pada nama besar Bakrie Group, namun disisi lain pandangan internasional (investor/rekanan) yang condong untuk kemudian mendekati dan memberikan kontribusi positif (dikarenakan pandangan yang lebih rasional dari perkembangan segi bisnis Group, tanpa memiliki hubungan emosional secara geografis, sejarah dan sosial) juga harus selalu dikontrol dan diwaspadai, karena dapat menjadi “boomerang” beberapa tahun kedepan ketika peningkatan tajam kerjasama dengan pihak luar (internasional) justru akan lagi-lagi mengakibatkan keterpurukan perekonomian lokal (karena kurang perhatiannya pada aspek “kearifan lokal”, yang telah terlebih dahulu disebutkan di awal)

Program awal sebagai CEO, yang diperoleh dari merangkum kesemua perihal yang dijabarkan secara singkat di atas adalah;
1   .       Mengangkat Tanri Abeng sebagai presidential advisory council of CEO (presiden dewan penasehat CEO), dimana anggotanya terdiri dari beberapa ahli atau pakar di bidangnya dari universitas-universitas terpilih dan terpercaya. Dimana dewan penasehat dan presidennya memiliki garis penghubung (putus-putus) dengan CEO, yang bukan berarti garis instruksional tetapi merupakan garis koordinasi. Keberadaan dan fungsi praktisnya seperti pada Badan Pertimbangan Agung yang dimiliki Presiden.     
2   .       Memanggil semua jajaran pemimpin perusahaan dalam Bakrie Group, untuk memperkenalkan diri, membagikan sebuah buku pedoman profesionalisme (ambil contoh; buku dari balik meja Tanri Abeng) kepada para pemimpin perusahaan, bahwasannya profesionalisme dalam diri masing-masing merupakan tanggung jawab personal sekaligus kunci utama kebangkitan dan semakin berkembangnya kualitas perusahaan serta hidup masing-masing individu kedepannya. Menegaskan bahwasannya segala macam hal atau terobosan yang tidak membawa kebaikan bagi masyarakat sekitar, karyawan serta perusahaan dinyatakan sebagai perbuatan “indisipliner” yang bertentangan dengan visi, misi dan tujuan awal Bakrie Group berdiri sejak awal.
3   .       Proses penyaringan dan pengayaan personal dalam tubuh Bakrie Group tidak hanya dilakukan melalui study kasus (manajemen konflik) di lapangan, tetapi juga mengadakan program pendidikan kepemimpinan bagi semua insan bakrie (karyawan) yang berpotensi dan berprestasi secara berkala, dan berkesinambungan melalui lembaga pendidikan resmi yang dimiliki Bakrie Group.
4   .       Peningkatan apresiasi terhadap para karyawan, yang merupakan tulang punggung dari perusahaan melalui program “sehat karyawan dan keluarga”, pendidikan, serta peningkatan standart keselamatan kerja seluruh karyawan (berdasarkan bidang usaha dan keja).
5   .       Peningkatan keperdulian perusahaan dengan kondisi social dan kemasyarakatan di sekitar wilayah usaha. Contoh; bagi semua karyawan bakrie group yang berada di Jakarta, akan dikenakan hari tertentu (sebagai: public transportation day) dimana semua karyawannya (tidak terkecuali) pada hari tersebut tidak diperkenankan membawa kendaraan bermotor jenis apapun, dan harus menggunakan fasilitas transportasi umum, dan untuk menunjangnya tersedia juga beberapa bus jemputan (di pul. / titik penjemputan, dan jadwal tertentu).  Salah satu contoh tersebut, selain sebagai bentuk apresiasi akan keadaan Jakarta, memberikan solusi, juga mampu memberikan atau membangun attitude karyawan akan kedisiplinan, keperdulian yang diharapkan dapat merangsang lahirnya inovasi-inovasi baru yang bermanfaat bagi masyarakat, dan perusahaan.
6   .       Konsentrasi di tahun awal pada pengolahan yang “mengawinkan” potensi lokal dengan kebutuhan masyarakat yang belum tercukupi (katakanlah; salah satunya di bidang kesehatan), dengan cara: semisal (contoh)
Mendirikan pabrik coklat pada bidang usaha (perkebunan coklat), tidak hanya menjual cocoa dalam bentuk mentah atau olahan setengah jadi, hingga tercipta berbagai varian produk coklat yang mampu diminati pasar domestik maupun internasional. “Dikawinkan” dengan pendirian Rumah Sakit Umum yang berkualitas di beberapa wilayah (tidak menutup kemungkinan di Negara lain yang membutuhkan juga), seiring dengan perkembangan produksi coklat tersebut. Dimana biaya operasional Rumah Sakit didapatkan dari hasil (margin) pabrik coklat, serta adanya sebuah divisi investigasi dan administrasi yang secara aktif menjadi pemecah kebuntuan atau solusi tentang skema pembiayaan (contoh; untuk korban kecelakaan lalu lintas, divisi ini akan secara langsung mengurus segala macam keberadaan asuransi yang terkena pada para korban – banyak yang tidak mengetahui bahwa SIM sekaligus tanda kepemilikan asuransi jiwa dan kecelakaan bagi pemegangnya, dll). Sehingga permasalahan (polemik dunia kesehatan) tentang pelayanan Rumah Sakit dapat terpecahkan (semoga) dan diprakarsai oleh Bakrie Group.
7   .       Semua program atau kebijakan merupakan hasil rapat, metting atau diskusi bersama pihak-pihak terkait, hingga menjadi sebuah keputusan yang menjadi tanggung jawab semua pihak untuk menjaga dan menjalankannya.

Begitu kira-kira jabaran sangat singkat dan tidak lengkap yang saya susun di media blogging ini, ketika harus berandai menjadi pemegang tampuk pimpinan di Bakrie Group (CEO). Segala macam masukan dan kajian, baik ilmiah maupun fiksi yang dapat dirangkum dari berbagai peserta lomba ini semoga dapat membawa kebaikan terutama bagi kepentingan banyak pihak dan bukan golongan. Penyelenggara lomba (Anindya Bakrie) merupakan sosok cerdas dan revolusioner dengan mengadakan ajang blogging ini, semoga kecerdasan, kesempatan dan kemampuan yang dimiliki saat ini membawa kebaikan.

Kemampuan, dan kesempatan besar yang dimiliki seseorang  selalu beberiring dengan tanggung jawab yang besar pula untuk kebaikan dalam kehidupan masyarakat di dunia, dan pribadi serta orang tua di akhirat nanti.

Salam Nusantara
Tinton Bramasto

Selasa, 06 September 2011

prologue

dia adalah prakata | prologue dari kisah yang belum tuntas sampai saat ini, untuk lanjut pada isi atau melangkah langsung ke penutup.

Senin, 22 Agustus 2011

sisipan

hari ini masih berbeda dengan yang lalu, apa yang ada di pikiran masih tak sejernih yang dulu. Nafas yang terkadang begitu berat, dengan arogansi otak yang seakan mendorong dan ingin menyembul keluar masih kurasakan hingga saat ini (22-8-2011), arogansinya mungkin yang membuat aku sering pusing dan sakit kepala beberapa hari terakhir.

ketenangan dan dinginnya sudah lama tidak lagi berkeliaran di sekitar, atau hanya aku manusia bodoh yang memutuskan untuk tidak meraihnya; karena konon katanya ketenangan bukan untuk dicari tapi "diraih", karena sebenarnya kita sendiri yang memutuskan untuk meminangnya atau tidak.


Jumat, 19 Agustus 2011

terimakasih Iwan Fals, itu saja

banyak lagu membungkus lirik yang yg begitu megah dan indah,
hingga mampu membuat orang diam, tertawa dan bahkan menangis.
banyak para pujangga dan penggombal memakainya sebagai senjata pamungkas,
hingga membuat perempuan terkapar dan jatuh hati.

tidak dengan iwan fals
lagu dan liriknya sederhana, tapi kesederhanaan itu membuatnya besar,
materi atau kata yang diucap terkadang nakal dan bahkan kurang ajar.
membuat orang marah dan geleng-geleng saat itu juga,
tapi dia juga membuat orang berpikir dalam waktu lama,
untuk kemudian mengangguk setuju.

maaf aku tidak memujamu, karena itu syirik namanya
hanya TUHAN yang patut untuk dipuja

semua ucap, lirik, perbuatan dan lagumu bukan sebuah titah atau perintah
semua hanya sebuah pendapat dan pemikiran seorang iwan fals.

tidak seorang lurah, camat, ketua KPK, ketua FPI, ketua partai, bahkan presiden sekalipun, yang lebih dari seorang iwan fals.
mereka semua sama, sama-sama manusia
perkataan, pendapat dan ambisi mereka bukan titah, karena kita juga manusia yang berakal
semua harus tetap kita pikir dan renungkan, karena semua yang terjadi di dunia ini bukan
tanggung jawab kolektif, tetapi tanggung jawab masing-masing, atas apa yang kita perbuat, ucap, dan pikirkan sendiri.

jangan harap hanya karena kita melakukannya sama-sama, maka perhitungan untuk semua itu kolektif, terlebih harapan mendapat diskon karena membeli/melakukannya dalam partai besar.


terimakasih iwan fals, itu saja

pesan untuk aku, kamu dan sahabat kita

Wahai para sahabat dan "kekasih", tidak ada yang lebih penting sekaligus mengkhawatirkan kecuali saat kita memandang orang lain tidak berpikir dan merasa seperti apa yang kita pikir dan kita rasa.

Masa dimana semua ego meraja dan tidak ada lagi tenggang rasa (tepo sliro). Saat kehancuran yang akan semakin dekat karena masing2 merasa benar tanpa mau melihat apa yang sebenarnya ada di depan mata, di samping kanan-kiri kedua daun telinga, ada di belakang tengkuk kepala kita.

Masa yang tidak akan kunjung datang, kala kita mau untuk sedikit lebih peka dan merasakan (mensyukuri) terlebih perbedaan.


Andaikata semakin banyak perbedaan, yang bahkan bertolak belakang dapat bersanding. Pasti INDONESIA, jikapun dulunya bukanlah "the lost atlantis", dia pasti akan menjadi: "THE NEXT ATLANTIS"